Sunday, January 9, 2011
Sejarah Pornografi,Purba Hingga Jaman Modern
Pornografi
sering digambarkan
sebagai penyakit
masyarakat masa kini,
sebuah bukti dari
kemerosotan moral di
era modern.
Namun, eksistensi
pornografi ada jauh
sebelum teknologi video
maupun foto.
Para ilmuwan
berpendapat, proses
evolusi memang
membuat
kecenderungan manusia
pada rangsangan visual.
Bagaimanapun
pembagian periodesasi
sejarah, keberagaman
materi pornografi secara
historis menunjukkan
bahwa manusia akan
selalu tertarik pada
gambaran seksual.
"Seks memainkan peran
super-penting dalam
kehidupan manusia dan
pola relasi mereka,"
kata Seth Prosterman,
ahli seksologi klinis dari
San Francisco, seperti
dimuat situs LiveScience.
"Apapun yang terkait
atau dilakukan manusia
soal seks selalu
menimbulkan rasa ingin
tahu dan ketertarikan."
Representasi erotisme
yang kali pertama
dikenal manusia -- meski
mungkin tidak porno --
ada sejak 30.000 tahun
lalu. Di masa
Paleolitikum, manusia
memahat ukiran buah
dada besar atau
perempuan hamil dari
kayu atau batu.
Para arkeolog
meragukan itu adalah
'figur Venus' yang
berkaitan dengan
seksualitas. Diduga kuat,
pahatan itu adalah ikon
religius atau simbol
kesuburan.
Kemudian, pada masa
Yunani dan Romawi
kuno, sudah ada patung-
patung bertema
homoseksualitas, juga
termasuk patung-patung
yang menaggambarkan
hubungan seksual tak
wajar.
Di India, pada abad ke-2
terbitlah buku panduan
tentang hubungan
seksual yang tetap tenar
hingga saat ini, Kama
Sutra. Sementara
masyarakat kuno Perum
Moche, menorehkan
imej seksual dalam
kerajinan keramik. Beda
lagi dengan kaum
aristokrat Jepang di
abad ke-16. Mereka
biasa membaca bacaan
erotis yang ditulis di
lembaran kayu tipis.
Di dunia Barat masa lalu,
beberapa material erotis
lebih bersifat politis,
dari pada pornografi.
Demikian menurut
Joseph Slade, profesor di
Ohio University.
Di masa revolusi
Perancis, kerap dijumpai
satir menyindir para
aristokrat dengan
pamflet seksual. "Lebih
mengarah pada caci
maki politis yang
dikamuflasekan menjadi
pornografi," kata Slade.
Kelahiran pornografi
Gagasan porno mulai
menyebar pada tahun
1800-an. Namun,
Penerbitan novel erotis
justru lebih cepat, pada
pertengahan 1600-an di
Prancis.
Sementara, novel porno
berbahasa Inggris
pertama diketahui
berjudul "Memoirs of a
Woman of Pleasure"
dipublikasikan pada
1748.
Teknologi menjadi
pendorong pornografi.
Pada 1839, Louis
Daguerre menemukan
daguerreotype -- versi
primitif dari fotografi.
Media ini juga
dimanfaatkan untuk
pornografi. Karya 'jorok'
pertama daguerreotype
yang selamat dari
jamannya bertahun
1846.
Pornografi kemudian
memanfaatkan
teknologi video. Pada
1896, para pembuat film
di Prancis membuat klip
bisu erotis berjudul "Le
Coucher de la Marie."
Sementara versi
pornografi yang lebih
keras 'hard core' mulai
ada setelah tahun 1900.
"Versi itu biasanya
dipertunjukkan dalam
pertemuan laki-laki,"
kata Slade.
Dalam waktu yang lama,
konten dalam film porno
relatif stagnan, baik
dalam isi maupun
kualitas. Perubahan
terjadi pada tahun 1970-
an -- saat kultur
masyarakat mulai
membuka ruang untuk
film-film yang lebih
'eksplisit'.
Internet dan penemuan
kamera digital membuat
pornografi makin meraja
lela. Makin mudah untuk
membuat film atau klip
porno. Dan banyak situs
web yang ditujukan
khusus untuk para
pembuat film porno non-
profesional alias
amatiran.
Pergeseran dari
menonton ramai-ramai
ke individual -- dengan
cara menyewa film atau
download video
mengubah tipe adegan
yang ditampilkan di
layar.
Pada tahun 1994
Carnegie Mellon
meneliti soal pornografi
dalam komputer Bulletin
Board Systems --
pendahulu World Wide
Web (www). Ia
menemukan 48 persen
konten pornografi yang
diunduh dari komputer
jauh dari 'seks normal' --
melainkan kebrutalan,
incest, bahkan pedofilia.
Saat ini, pornografi
makin marak di
internet, namun
seberapa besar industri
pornografi tak bisa
diukur. Tak ada catatan
resmi.
Pada tahun 2007,
menurut editor senior
Adult Video News,
Mark Kernes, penjualan
ritel pornografi
mencapai US$ 6 miliar
per tahun.
Namun, angka itu
banyak diperdebatkan.
Sebab, angka itu belum
menghitung video
amatir yang diunggah ke
internet.
Terlepas dari berapa
banyak uang yang
dihasilkan, pornografi
memang menarik.
Sebuah studi yang
dilakukan di AS pada
2008, dengan responden
813 mahasiswa,
menunjukkan 87 persen
pria dan 31 persen
wanita adalah pengguna
pornografi.
Penelitian ini
dipublikasikan dalam
Journal of Adolescent
Research.
Dampak pornografi
Apa akibat pornografi
pada kita? Ini
pertanyaan
kontroversial. Sejumlah
kritikus berpendapat,
persaingan dalam
industri pornografi
meningkatkan dominasi
dan pelecehan terhadap
perempuan -- terutama
untuk film yang
ditujukan untuk pria
bukan penyuka sesama
jenis.
"Para pembuat
pornografi selalu merasa
perlu untuk membuat
sesuatu yang baru, yang
menarik," kata Chyng
Sun, profesor telaah
media pada New York
University.
Dengan menganalisis
film porno laris, Sun
telah menemukan
bahwa agresi fisik dan
verbal hadir di 90 persen
dari mainstream adegan
porno. Film disutradarai
oleh perempuan
kemungkinan
mengandung agresi dari
pada film yang
disutradarai oleh laki-
laki. Ia menuliskan
laporan ini dalam jurnal
Psychology of Women
Quarterly.
Sun mengatakan,
gambaran agresif ini
berbahaya bagi
kehidupan seksual
masyarakat dan
mengarah pada
stereotip negatif
tentang perempuan.
Namun tak semua ahli
setuju. Seksolog dari San
Francisco, Prosteman
berpendapat, para
peneliti gagal menarik
hubungan langsung
antara pornografi dan
perilaku seksual
kriminal.
Kata dia, pornografi
adalah salah satu cara
bagi orang untuk
mengeksplorasi hasrat
seksual mereka sendiri.
Adu pendapat soal
pornografi bukan hanya
di masa kini. Perdebatan
telah berlangsung
setidaknya sejak era
Victoria.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment