Sunday, January 16, 2011
Berpotensi Korupsi,Pemerintah Stop Anggaran APBD Klub Sepak Bola
Pemerintah
kabupaten atau kota
menggelontorkan dana miliaran
untuk klub sepakbola profesional.
Jika terus dibiarkan tanpa kontrol
dan audit yang jelas, penggunaan
dana tersebut rawan korupsi.
Staf Khusus Presiden Bidang
Pembangunan Daerah dan
Otonomi Daerah Velix Wanggai
mengungkapkan, ada sekitar Rp
10-40 miliar dana APBD yang
diberikan pada klub sepakbola. Di
sebagian daerah, jumlah tersebut
bisa menguras 5-10 persen dari
pengeluaran total daerah.
"Bahkan ada daerah lain yang bisa
lebih dari 10 persen. Tapi saya
nggak bisa sebutkan daerahnya.
Sementara perputaran dana klub
bisa sampai ratusan miliar," jelas
Velix dalam diskusi bertajuk 'Save
Our Soccer' di LBH Jakarta, Jl
Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat,
Minggu (16/1/2010).
Menurut Velix, ketergantungan klub
profesional pada dana APBD harus
segera dihentikan. Namun,
anggaran bagi pembinaan bagi atlet
usia dini dan pembangunan
infrastuktur sepakbola harus tetap
menjadi perhatian pemerintah.
Dalam waktu dekat, Velix juga akan
memfasilitasi kalangan aktivis
sepakbola untuk bertemu dengan
Mendagri Gamawan Fauzi guna
mendiskusikan masalah ini.
"Pemerintah berniat baik untuk
mendengar masukan dan
memperbaiki dana kebijakan APBD
untuk sepakbola. Saya rasa
Mendagri mempunyai pemikiran
yang sama," urainya.
Velix juga akan berdiskusi soal
kemungkinan membuat regulasi
tentang pengawasan APBD di klub
sepakbola. Salah satunya adalah
melarang pejabat daerah menjadi
pengurus klub.
"Saya rasa masa transisi klub bisa
lepas dari APBD bisa 2-3 tahun ke
depan," tuntasnya.
Sementara itu, peneliti ICW
Abdullah Dahlan menilai,
pemberian dana ke klub melanggar
UU pengaturan keuangan daerah
maupun teknis pengaturan
keuangan daerah. Kemendagri juga
sebelumnya sudah pernah
melarang ini, namun kemudian
dicabut kembali.
"Sempat ada dulu surat edaran
Mendagri tahun 2007 no 903/187/IJ
menegaskan pelarangan bagi dana
APBD diberikan langsung ke klub.
Tapi tahun 2010 ada aturan baru
klub bisa menerima APBD. Di sini
inkonsistensinya," tegas Abdullah.
Bagi ICW, klub profesional tidak
harus lagi bergantung pada APBD.
Jika masih menggunakan dana
rakyat, maka klub tersebut tidak
profesional.
"Pengelolaan juga tidak signifikan.
Alat ukur kontrak pemain, gaji
pemain, penerimaan oleh klub.
Subsidi juga hanya untuk pemain
asing tidak pada pembinaan
muda," kecamnya.
"Potensi penyimpangan besar,
ketika dana digunakan tanpa
kontrol yang jelas, akuntabilitas
rendah maka harus ada proses
audit dulu, BPK harus mulai
masuk," tutupnya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment